Showing posts with label Favourite Worst Nightmare. Show all posts
Showing posts with label Favourite Worst Nightmare. Show all posts

Thursday, December 12, 2019

Gelap Mata

Angan berlalu. Bertahun memangku rasa, bertahun berserah asa. Tak berkesan selagi waktunya, apalagi selepasnya. Ribuan hari tidak mati. Menghembus debu ingatannya walau segelintir di dalamnya. Berhenti di sana. Kini, kutemui gambar diam yang kutakutkan. Bersebelahan, terikat dengan akhir pilihan. "Ah, jadi memang mustahil ya?", pikirku dengan santai. Lantas ikut bergembira kemudian. Namun ternyata hati tak sepandai akal dalam perihal menghindar. Hujan itu perlahan turun.

Kamu hanya perlu tahu, kamu yang paling pertama.

Wednesday, August 8, 2018

Frame by Frame

Terlalu lama. Rehat tak lagi menyenangkan. Merangkak pun tidak, di antaranya orang terus berjalan.

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Ragu akan semua ungkapan, menutup mata untuk ke depan. Mungkin juga gerbang kata kedua benar adanya. Ya, mungkin benar. Hanya saja di sini waktu berhenti, hingga tak ada yang tumbuh maupun berganti.

Adegan demi adegan hanya dalam angan. Menjebak, membatasi ruang gerak. Di mana api untuk berlari? Semoga dapat ditemui. Tidak, tanpa ulur lagi. Api ini harus segera berpijar kembali.

Monday, November 18, 2013

Sweet Escape

Ia berhasil membuat pagi menjadi malam. Membuat terbitnya matahari, teriknya di tengah hari, redupnya senja dan akhirnya hilang di barat. Namun terbenam sekalipun, cahaya matahari tak akan hilang. Karena selama apapun gelap malam, sinar matahari selalu dibiaskan bulan.

"@lindaraharja: Kamu, cerita yang belum dimulai tapi terlanjur selesai."

Lembaran lain, tidak lagi dapat kubaca tulisannya. Penulis yang sama, namun entah kenapa sangat berbeda ketika aku yang membaca. Kenapa? Berkali-kali jarum berputar, kini kembali seperti semula. Ya, kecuali kecanggungan di dalamnya. Lebih baik lari saja, daripada terbunuh.



Sunday, July 28, 2013

Mau Tak Mau

070713
"Kembali ke hari-hari lalu, nadanya terdengar merdu. Namun hanya bulan malam itu yg mendengar nadanya, tdk bulan pada esoknya, dan seterusnya"

"Kini apa? Hatinya tak disini, tapi hatiku dibawa serta"



100713

"Ini saat yang paling menyebalkan. Saat dimana sejauh apapun kamu beranjak, di hati ini kamu tiada bergerak."


120713

"Lantas mengapa aku hanya jatuh padanya, jika ia menerima rasa tapi ia tak merasakannya?"

"Biarlah tersurat bahwa mereka menerima senyummu, dan untukku air matamu. Itu cukup"



130713

"Mata bisa tertutup untuk tak melihat, namun hati tak bisa tertutup untuk tak merasakan"


170713

"Ketika afeksi meluap namun bersua apatis, afeksi itu akan kian terbendung hingga yang menampungnya terasa sesak"


180713

"Malam. Hujan. Nanar. Ini yang mengancam, dan membunuh."


200713

"Ingin beranjak namun terlanjur, ingin bertahan namun terluka~"


280713

"Kala hati sekadarnya, tiada layangkan harap. Kala hati bersungguh, layaknya menangkap asap"

"Bersenanglah kembali, aku tinggal di sini. Sampai jumpa, maaf sudah mengganggu .)"




Thursday, June 27, 2013

Risalah Hati

Suatu ketika aku melihat ikan. Semakin lama ku lihat, semakin menarik. Hingga setiap waktu kucoba bercengkrama, namun siripnya yang menghadap padaku. Berkali matahari berganti bulan, tercermin padanya seonggok impian. Impian yang selama ini terlupa, yang selama ini tersungkur di sudut panggung. Menara yang kian benderang di gelapnya malam, kota air dengan kedamaian di dalamnya, salah satu pusat musik dunia, hingga arsitektur kota yang membiaskan pesona elegan.







Aku ingin melewati senja, biru dan bisikan angin. Bersama ikan itu.


Tuesday, March 5, 2013

Nanar

Lama tiada kutoreh kata seperti ini. Kata yang menggema dalam hati yang kian gulana. Untuk apa? Dengan harap ini akan melipur lara.

Lantas lara apa yang menyapaku? Bukan lara dalam hati, namun hanya liku hidup yang menghujam isi kepala. Kerap kali kucoba lari, namun sepertinya memang bukan solusi. Karena telah sepatutnya jejak hidup dibuat dengan perjuangan. Tapi jika bisa pergi, aku ingin lari!

Mungkin memang bukan diriku jika aku menjadi tombak. Sama sekali bukan. Telah kupacu diriku agar menjadi segalanya, namun sampai kini hanya kemasan. Dibalik itu, ada sumbu ledak yang hanya terlindung kaca. Tak lama hingga akan retak, kemudian berai!

Hidup layaknya roller coaster, kadang di atas dan kadang di bawah. Adalah pilihan kita untuk menjalaninya dengan berteriak, atau dengan tertawa.





















Selamatkan aku dari kegilaan ini.

Sunday, January 1, 2012

Wednesday, December 28, 2011

Sepi


Tertanamkan Belati

Sepi
Menghatur untaian kata melankolis
Mengalun nada bertabur emosi
Ketika senja tak membiaskan cahaya
Berganti malam tak berawan

Sepi
Berselimut udara
Membekukan kulit merapuhkan belulang
Sudilah ia pada diri
Mempecundangi berjuta kali

Sungguh sepi
Tanpa mimpi menjadi dunia
Beralaskan debu
Sunyi dirinya dalam keramaian

Andai esok ia tak kembali di sini
Dan
Andai hujan tak berpelangi

Ia berbaring tanpa nyali
Beratapkan cahaya angkasa redup
Binar mata mengalir pada hari lalu
Tapi senyumnya tiada usai
Melayangkan diri dalam khayal
Lantunkan sepi



Biarkan ia temui sang kebenaran
Dan ia tanyakan
Ke mana dirinya akan berjalan
Biarkan ia menertawakan luka
Mencari jalan menuju rumah
Senandungkan sepi

Andai esok ia memeluk matahari
Dan
Andai hujan tak berpelangi

Jemarinya tak henti menyeka
Angannya tak henti melangkah
Datang tanpa wajah pergi tanpa punggung
Hujamkan hatinya karena jejaknya
Yang kini tiada artinya
Tenggelam dalam sepi

Andai esok ia tak kembali di sini
Dan
Andai hujan tak berpelangi

Tak lagi tubuhya terkulai
Bukan berarti serta hatinya
Hidup menangkap asap
Sepi

(Selasa, 8 September 2009)

Tuesday, July 26, 2011

Where'd You Go

Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone.


I don't understand why you have to always be gone,
I get along but the trips always feel so long,
 And, I find myself trying to stay by the phone,
'Cause your voice always helps me to not feel so alone

Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone,
Please come back home.


 

Tuesday, July 12, 2011

Sweet Disposition


A moment, a love, a dream, a laugh
A kiss, a cry, our rights, our wrongs

- Sweet Disposition by The Temper Trap -



Tuesday, June 28, 2011

Please, Please, Please, Let Me Get What I Want

Good times for a change
See, the luck I've had
Can make a good man
Turn bad


So please, please, please
Let me, let me, let me
Let me get what I want
This time


Haven't had a dream in a long time
See, the life I've had
Can make a good man
Bad


So for once in my life
Let me get what I want
Lord knows it would be the first time
Lord knows it would be the first time
















Please, don't leave me now


Saturday, April 23, 2011

Apatis Ria

Semua sudah terasa indah. Tapi semua tetap terasa pudar. Merasuki usia, menghantui, menyakiti.

Pandangi lautan saat mentari tenggelam
Kembali ku bertanya dalam hati tentang yang telah terjadi
Saat rasa ragu menari dalam benakku
Kau selalu coba untuk yakinkan aku, hilangkan semua ragu
Kau selalu coba untuk yakinkan aku, tepis semua ragu

Dan lalu, rasa itu tak mungkin lagi tersimpan di hati, bawa aku pulang bersamamu.
Dan lalu, air mata tak mungkin lagi bicara tentang rasa, bawa aku pulang segera.
Jelajahi waktu ke tempat bertemu hati kala biru.

Dan lalu, sekitarku tak mungkin lagi meringankan lara, bawa aku pulang segera.
Dan lalu, langkahku tak lagi jauh kini.
Memudar biruku, jangan lagi pulang. Jangan lagi datang. Pergi jauh.

[23.04.11]

Saturday, January 22, 2011

Do Me A Favour

Di mana. Tanyakan di mana mereka. Dulu mereka segelintir pada saat biru, tapi bukan itu yang ia cari. Mereka belum terlihat pada saat abu-abu, hingga abu-abu hampir menjadi hitam. Hampir ia putus asa mencarinya, hampir ia putus asa menunggu mereka. Namun mereka datang, mereka ada di sana. Ia tersenyum. Mereka tak jarang memanggilnya, karena itu ia cukup bahagia, Sesaat ia pikir merekalah yang ia cari.

Di mana. Namun kini di mana mereka. Mereka tak lagi memanggilnya. Ternyata ia salah. Bahkan mereka yang ia harapkanpun tak lagi memanggilnya. Akhirnya memang akan begini. Ia paham, ia tak bisa menerimanya walau ia paham betul akan begini. Maka ia coba berjalan lagi, ia coba meraba lagi. Perlahan, sebisa mungkin ia coba untuk tidak bergegas.

"Ha, akhirnya ada!", begitu pikirnya. Sembari berpikir begitupun ia sangat jarang dikirimi surat sebelum ia lebih dulu melakukannya. Kecuali, pada saat ia sakit. Sekali lagi ia tersenyum. Tapi sekejap mereka membuatnya bertanya lagi, "Di mana mereka?", pikirnya. 

Ia selalu berusaha memanggil mereka, tapi mereka terancam punah. Bukan, ia yang terancam punah.